Share

Nur Aini, Penggagas Madrasah Ma’arif NU Inklusi di Sidoarjo

Oleh: Dr. H. Sholehuddin, M.Pd.I
(Widyaiswara BDK Surabaya – Ketua PC ISNU Sidoarjo, Dewan Juri Pemilihan Kepala Madrasah Berprestasi LP Ma’arif Sidoarjo)

Sidoarjo, yokersane.com/ – Perjalanan MI Darul Muttaqin di Sidoarjo menuju madrasah inklusi berawal dari sebuah tekad kuat kepemimpinannya, Nur Aini. Berawal dari keinginan orang tua yang ingin anak berkebutuhan khususnya mendapat pendidikan di madrasah, langkah besar ini pun dimulai.

Awal Mula Sebuah Tekad

Berawal dari orang tua yang menitipkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Muttaqin, Sadang Timur, Taman, Sidoarjo. Nur Aini, selaku kepala madrasah, sempat menolak secara halus dan menyarankan untuk mendaftar ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, orang tua tersebut bersikeras ingin anaknya bersekolah di madrasah. Bahkan, mereka siap mengeluarkan biaya khusus asal anaknya diterima. Nur Aini akhirnya luluh dan bertekad mendidiknya dengan sepenuh hati.

Menghadapi Tantangan dan Pro-Kontra

Upaya mengembangkan madrasah inklusi tidak mudah. Pro dan kontra tak terelakkan, baik dari internal maupun eksternal, termasuk dari para orang tua. Namun demikian, Nur Aini tetap pada pendiriannya. Ia meyakinkan warga madrasah dan stakeholder, termasuk pengurus Badan Pelaksana Penyelenggara Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (BP3MNU), badan yang menaungi MI di bawah Pengurus Ranting NU Desa Sadang.

Keterbatasan SDM dan Solusi Kolektif

Selain itu, sumber daya madrasah juga belum siap karena tidak satu pun guru yang berlatar belakang pendidikan inklusi atau psikologi. Orang tua yang saat itu mendukung, menyiapkan tenaga ahli dengan biaya mandiri. Sampai akhirnya bertemu Bunda Laras, terapis dan psikolog owner Rumah Terapis. Hingga saat ini, shadow teacher (guru pendamping) madrasah didampingi Bunda Laras.

Momen Peneguhan dan Komitmen

Tekad Aini semakin kuat dalam mengembangkan madrasah inklusi saat ada joint monitoring dari INOVASI dan perwakilan kedutaan Australia bersama PP LP Ma’arif yang dipimpin langsung KH. Atifin Junaidi kala itu. Sebagai pilot project program Numerasi, Nur Aini berkomitmen menjadikan madrasah inklusi. “Saya akan jadikan MI ini menjadi MI plus inklusi,” tegas Aini di depan para tamu, termasuk perwakilan Kemenag Sidoarjo. Ditanya salah satu tamu yang hadir tentang alasan mengembangkan madrasah inklusi, dia menjawab, “Kami hanya peduli dan kalau bukan kita, siapa lagi,” ungkapnya.

Tidak lama setelah momen itu, secara legal formal MI Darul Muttaqin dikukuhkan sebagai MI Inklusi oleh Kementerian Agama. MI Darul Muttaqin ini merupakan satu-satunya madrasah inklusi di Sidoarjo.

Proses Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus

Menurutnya, langkah yang dilakukan dalam menangani ABK diawali dengan observasi dan asesmen. Hasilnya dikonsultasikan dengan orang tua. Ini juga sekaligus sebagai bahan acuan perencanaan. Hasil analisis menentukan treatment apa yang harus dilakukan oleh guru pendamping.

Dampak Positif dan Pencapaian Siswa

Meski ABK, di madrasah ini mereka diperlakukan setara, termasuk mendapat kesempatan berkreasi seperti menari dan seni lainnya. Interaksi ABK dengan anak pada umumnya memberikan dampak positif bagi perkembangan akal dan psikologis. Mereka juga bisa mandiri dari yang semula harus dibimbing guru pendamping, seperti makan dan buang air.

Awalnya ada 4 orang ABK dan 1 ABK pindahan dari sekolah lain dan sudah meluluskan siswa. Dari lulusan pertama, ada yang sudah diterima di SMPN Negeri. Kini, MI Darul Muttaqin mendidik 34 ABK dengan beberapa varian. Mereka ada yang melebur di kelas reguler, ada yang khusus.

Menjadi Rujukan dan Tempat Belajar

Usaha keras Nur Aini mulai membuahkan hasil. Madrasah yang ia kelola menjadi jujukan para orang tua dan madrasah lain yang merekomendasikan ABK. Beberapa waktu lalu, 30 orang peserta dari Ikatan Guru Raudlatul Atfal (IGRA) Pandaan belajar praktik baik menangani ABK. Selain itu, ada sebagian kepala madrasah yang sharing pengalaman dan berinisiatif mengembangkan madrasah inklusi.

Kunci Sukses: Empati dan Kolaborasi

Dalam menangani ABK, Aini bersama guru lainnya mengedepankan empati. “Sebagai pendidik, kami mengutamakan rasa empati dan tidak ada bullying,” ujarnya. Jika sebelumnya masih ada yang mempertentangkan keberadaan madrasah inklusi, maka saat ini sudah tidak ada masalah. Anak-anak normal juga sudah terbiasa dengan lingkungan yang ada. Bahkan, hal ini melatih dan membiasakan karakter peduli sesama sebagai indikator Panca Cinta ‘Hubbunnas’ dalam Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Mereka tidak ada yang menertawakan jika ada teman ABK yang tampil di pentas atau bertingkah berbeda; mereka tetap memperlakukan sebagaimana anak kebanyakan.

Untuk menjaga harmoni, Aini terus berkoordinasi dengan guru, pengurus NU, dan pemerintah desa setempat. Setiap periode Lailatul Ijtima’, MI Darul Muttaqin selalu mendapat giliran sebagai upaya promosi di tingkat ranting. Para orang tua juga terus diajak sharing. Mereka sangat respek dengan upaya MI yang digagas oleh Bu Aini.

Menyeimbangkan Pendidikan Inklusi dan Reguler

Meski madrasah plus inklusi, MI Darul Muttaqin juga tetap memperhatikan anak reguler dengan mengembangkan minat dan bakatnya. Mereka difasilitasi berbagai ekstrakurikuler, salah satunya seni musik angklung. Semua itu menjadi komitmen Nur Aini sebagai sosok kepala madrasah yang visioner.

Penghargaan atas Sebuah Perjuangan

Dan, terbukti pada Ma’arif Sidoarjo Award, Nur Aini terpilih mewakili Sidoarjo dalam PW LP Ma’arif Jawa Timur untuk kategori Kepala Madrasah Berprestasi. Sebuah penghargaan yang pantas untuk perjuangan dan dedikasinya dalam membangun pendidikan yang inklusif dan penuh cinta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

POPULER

Paling Banyak Dibaca