
Oleh: Sholehuddin (Ketua PC ISNU Sidoarjo)
Jumat kemarin PCNU Sidoarjo diliputi duka. Dua orang tokoh Nahdlatul Ulama (NU), pejuang sekaligus pembimbing umat dan jamaah haji Sidoarjo berpulang dalam waktu hampir bersamaan. Pertama, KH M. Syafi’ Misbah. Gus Syafi’ panggilan pengasuh Ponpes Al Hidayah Ketegan Tanggulangin Sidoarjo yang juga Wakil Rois PCNU itu wafat di Mina di saat membersamai jamaah haji pulang dari jamarat. Padahal, sehari sebelumnya beliau masih ‘live Streaming’ memanjatkan Doa Wuquf dengan khusyu’. Saya sempat aminkan doa beliau secara daring fari tanah air. Beliau membawa jamaah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) As Syumais yang salah satu jamaahnya adalah tetangga dan jamaah musolla saya di Sepanjang.
Gus Syafi’ adalah tokoh yang tegas dan teguh dalam memegang prinsip. Murid Syaikhuna Maimun Zubair (Mbah Moen) itu mengikuti jejak gurunya yang wafat di Tanah Suci Makkah 2019 silam. Saat itu saya petugas haji. Meski kuat dalam pendirian tapi beliau masih berpikiran terbuka (open minded), bisa menerima pandangan orang lain termasuk saya yang dalam struktur NU selaku ketua badan otonom sebagai anak dan murid.
Pernah terjadi perdebatan di group Whatsap PCNU terkait Moderasi Beragama yang disinyalir oleh sebuah media sebagai program yang dibiayai asing. Setelah saya jelaskan dengan beberapa tulisan, video podcast baik dari saya maupun beberapa tokoh seperti Pak LHS dan Bu Alissa Wahid, beliau bisa menerima. “Wah niki ngaji (Moderasi) tenanan namine”, ujarnya.
Beliau juga tokoh kritis di lingkungan PCNU. Jika tidak ‘sreg’ atau ada persoalan jamiyah beliau langsung mengkonfirmasi baik secara formal rapat maupun informal. Di era beliau juga Badan Khusus PCNU Sidoarjo yang mengelola pendidikan dasar dan menengah berkembang pesat dan bisa memberikan ‘ianah syahriah’ kepada PCNU. Itu setelah disatukan atas usulan saya kepada Ketua PCNU kyai Maskhun kala itu. “Usulan Pak Doktor diakomodir para kyai”, ujar Kyai Maskhun dalam sebuah kesempatan.

Kedua, KH. Abu Hamid. Aba Abu panggilan Mustasyar PCNU dan Ketua KBIH Rohmatul Ummah (RU) An Nahdliyah wafat tidak lama setelah berita wafatnya Kyai Syafi’. KBIH plat resmi PCNU Sidoarjo merupakan KBIH terbesar khususnya di Sidoarjo bahkan mungkin se Jawa Timur dan Indonesia. Setiap tahun memberangkatkan jamaah tidak kurang 600-an jamaah atau satu kloter lebih. Saya bersyukur pernah menjadi Ketua Kloter yang keseluruhan dari 450 jamaah berasal dari KBIH RU.
Banyak kenangan bersama Aba Abu selama di tanah suci. Setiap pagi kami berkomunikasi menyiapkan agenda kloter, memantau keadaan jamaah dan sebagainya. Jika ada hal penting kami dipanggil ke kamar beliau yang satu kamar dengan Kyai Rofiq Siraj, Rois PCNU kala itu Kyai Rofiq merupakan salah satu pendiri dan muthawif KBIH RU. Sambil ngopi dan mencicipi apa saja yang ada di kamar kami bersama petugas dan ketua rombongan berdiskusi.
Yang paling berkesan ketika mengunjungi jamaah di penampungan sebelum Armuzna. Sebelum ada metode ‘murur’ ala pemerintah, KBIH RU sudah menerapkan sejak lama. Konon pola ini juga terinspirasi dari RU atas usulan Kepala Kemenag Sidoarjo kala itu. Metode ini baru beberapa tahun dilaksanakan secara resmi.
Kami bertiga, Aba Abu, dokter kloter, dan saya bertiga naik taksi ke tempat penampungan, rumah mukimin yang menjadi langganan KBIH RU dalam urusan apapun selama di Makkah, termsauk yang menyiapkan kendaraan murur. Ada 30 an jamaah yang mendaftar. Mereka adalah para lansia dan penderita sakit permanen atau bawaan yang tidak masuk kategori safari wuquf.
Takdir Allah di antara mereka terdeteksi ada yang harus dirujuk ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) karena kondisi drop. Atas rekomendasi dokter dan persetujuan Aba Abu, yang bersangkutan dirujuk dengan mengendarai taksi didampingi dokter kloter.