Pendahuluan
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi sosial-keagamaan Islam terbesar di Indonesia yang memiliki peran strategis dalam membentuk wajah Islam moderat dan toleran di Nusantara. NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai respons terhadap perkembangan zaman dan sebagai wadah sistematis bagi ulama pesantren. Muhammadiyah didirikan lebih dahulu pada 18 November 1912 di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai organisasi pembaru Islam dengan semangat purifikasi dan modernisasi.
Urgensi kajian ini terletak pada kontribusi fundamental kedua organisasi terhadap konsolidasi demokrasi, moderasi beragama, pembangunan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi umat di Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 30 juta anggota NU dan sekitar 29 juta anggota Muhammadiyah terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, menjadikan mereka aktor utama dalam membentuk pemikiran moderat di kalangan umat Islam Indonesia. Latar belakang perbedaan pendekatan keduanya—NU dengan Islam tradisionalis berbasis pesantren dan Muhammadiyah dengan Islam modernis berbasis lembaga formal—menciptakan komplementaritas yang memperkaya khazanah Islam Indonesia.

Tinjauan Literatur
Sumber Utama Akademik
Penelitian Susilawati (2024) yang dipublikasikan dalam jurnal terindeks dengan 7 kutipan menganalisis perkembangan agama Islam di Indonesia pasca kemerdekaan, menyoroti peran NU dan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam moderat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan lebih dari 40% umat Islam di Indonesia tergabung dalam NU, menunjukkan pengaruh besar organisasi ini dalam membentuk pemikiran moderat.
Studi komparatif gerakan dakwah yang dipublikasikan di Gudang Jurnal mengungkapkan bahwa Muhammadiyah telah mendirikan lebih dari 2.500 lembaga pendidikan formal dan nonformal di seluruh Indonesia, dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 30 juta orang pada tahun 2020. Penelitian Marzuqkoni (2021) yang terindeks dengan 2 kutipan menggunakan analisis SWOT untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman NU dalam menjaga keutuhan NKRI.
Riset Terbaru
Penelitian terbaru tahun 2025 tentang strategi dakwah berbasis kultural (NU) dan purifikatif (Muhammadiyah) mengungkap bahwa NU mengadopsi model dakwah yang mengakomodasi nilai-nilai Islam ke dalam tradisi lokal, sementara Muhammadiyah menekankan pendekatan purifikasi. Studi ini dipublikasikan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi komparatif, menganalisis tantangan globalisasi dan digitalisasi yang dihadapi kedua organisasi.
Analisis SWOT PCNU Boyolali (2024) mengidentifikasi ancaman radikalisme, persaingan dengan organisasi keagamaan lain, dan kesulitan adaptasi teknologi sebagai tantangan utama NU, dengan referensi kepada karya Azra (2000), Hasan (2011), dan Rahman (2021). Penelitian tentang kontribusi Muhammadiyah dalam aspek kesehatan (Sholehah, 2025) mengaitkan program kesehatan organisasi dengan penanganan stunting yang prevalensinya mencapai 24,4% atau 5,33 juta balita di Indonesia menurut data SDG Indonesia tahun 2021.
Laporan resmi Kementerian Agama (2024) menyoroti pencapaian luar biasa NU dan Muhammadiyah yang menerima Zayerd Award for Human Fraternity pada 4 Februari 2024 atas peran dan kontribusinya dalam mendorong perdamaian.

Analisa Data
Tren Keanggotaan dan Persebaran
Data Kementerian Agama tahun 2019 mencatat NU memiliki 91,2 juta anggota, menjadikannya organisasi Islam terbesar di Indonesia, sementara Muhammadiyah memiliki lebih dari 60 juta anggota. Survei SMRC (2023) menunjukkan 20% warga Indonesia mengaku sebagai anggota NU (8,6% aktif dan 11,7% tidak aktif), setara dengan 40,9 juta pemilih dalam konteks Pilpres 2024. Data tersebut mengindikasikan perbedaan antara keanggotaan formal dengan afiliasi aktual di lapangan.
Persebaran Muhammadiyah menunjukkan pola geografis yang menarik: 52,3% di Jawa, 36,1% di Sumatera, dan sisanya di provinsi lainnya, mendekati sebaran penduduk Indonesia secara nasional. Interpretasi data ini menunjukkan bahwa kedua organisasi memiliki penetrasi yang kuat di basis tradisional Islam Jawa namun terus berekspansi ke seluruh Nusantara.
Dampak di Bidang Pendidikan
Muhammadiyah telah mendirikan lebih dari 2.500 lembaga pendidikan formal dan nonformal di seluruh Indonesia, mengajarkan ilmu agama dan umum dengan tujuan menghasilkan generasi muda yang memiliki iman kuat dan kemampuan akademik yang baik (Suharno, 2021). NU telah mendirikan ribuan pesantren dan madrasah di seluruh Indonesia serta beberapa universitas seperti UNISMA, memberikan kontribusi besar dalam pembinaan generasi muda Muslim.
Pesantren-pesantren NU tidak hanya berfungsi sebagai pusat pembelajaran, tetapi juga sebagai pusat pengembangan budaya dan sosial masyarakat sekitarnya, sering terlibat dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Dampak pendidikan NU terlihat dari peran ganda lembaga pendidikannya sebagai pusat pembelajaran dan agen perubahan sosial.
Statistik Bidang Kesehatan
Muhammadiyah sangat berfokus pada pendidikan dan kesehatan, membangun rumah sakit dan klinik yang membantu orang, terutama di daerah yang kurang layanan kesehatan (Hidayat, 2022). Rumah Sakit Muhammadiyah telah menjadi rujukan bagi banyak orang di berbagai daerah, menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan bersifat holistik dan komprehensif.
NU mendirikan rumah sakit dan klinik-klinik kesehatan serta menyelenggarkan program kesehatan masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis untuk masyarakat yang membutuhkan. Kontribusi Muhammadiyah dalam penanganan stunting menjadi signifikan mengingat prevalensi stunting Indonesia mencapai 24,4% atau 5,33 juta balita pada tahun 2021 menurut data SDG Indonesia.
Interpretasi Peran Politik
Penelitian tentang peran NU dan Muhammadiyah dalam Pilpres 2024 di Kota Salatiga menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif menunjukkan bahwa kontestasi politik tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kedua organisasi secara elektoral. NU dan Muhammadiyah mendapatkan ruang untuk menyediakan mesin yang efektif dalam memberdayakan, menggalang, mengorganisir, dan memobilisasi masyarakat untuk menjaga kualitas demokrasi.
Penelitian Fatimah (2020) yang dikutip 7 kali menitikberatkan pada hubungan agama dengan pemerintah Orde Baru, keterlibatan pemerintah dalam urusan agama, dan kondisi politik Islam pada masa tersebut. NU mengambil langkah berani dengan mengeluarkan diri dari politik praktis pada tahun 1984 di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid dan kembali fokus pada pengembangan masyarakat melalui pendidikan, sosial, dan budaya.
Studi Kasus
NU dalam Pemberdayaan Ekonomi: BMT NU Ngasem Bojonegoro
NU menyelenggarakan program pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan keterampilan dan wirausaha bagi masyarakat, sehingga mereka dapat mandiri secara ekonomi dengan membuka usaha kecil atau menengah. NU juga memberikan bantuan modal usaha kepada masyarakat yang ingin memulai atau mengembangkan usahanya, membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Contoh konkret adalah BMT NU Ngasem Bojonegoro yang melakukan strategi pemberdayaan melalui pelatihan kemampuan, mobilisasi sumberdaya, serta pembangunan jejaring. Program-program yang dikembangkan meliputi BMT NU Institut, Swalayan NU, Air Minum NU, Percetakan (NU Art), kambing bergulir, kemitraan usaha, pemberian gerobak, dan pembangunan sarana-prasarana. Model “Pesantren Rakyat” menunjukkan keberhasilan kerjasama antara pemilik modal dan para pekerja dalam hubungan simbiosis mutualistik, melahirkan gerakan ekonomi di bidang pertanian, peternakan, dan wisata.
Muhammadiyah dalam Transformasi Pendidikan
Strategi baru Muhammadiyah membangun pendidikan berkualitas untuk kelas menengah atas dengan sekolah-sekolah berstandar tinggi, fasilitas modern, dan pengajar berkualitas. Implementasi teologi Al-Ma’un diwujudkan dengan menciptakan pendidikan berkualitas di lembaga unggulan yang memberikan beasiswa kepada siswa tidak mampu melalui sinergi dengan LAZISMU.
Pendekatan ini memungkinkan anak-anak dari keluarga prasejahtera mendapat pendidikan terbaik tanpa terpinggirkan, menunjukkan semangat al-Ma’un yang diambil dari salah satu surat dalam Al-Quran yang menekankan pentingnya membantu kaum dhuafa dan yatim piatu. Muhammadiyah juga aktif mendirikan panti asuhan dan berbagai lembaga sosial lainnya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Diskusi
Kekuatan (Strengths)
NU: Memiliki jaringan pesantren terbesar di Indonesia yang berfungsi sebagai pusat pembelajaran dan agen perubahan sosial. NU mengembangkan tiga model ukhuwwah yang dicetuskan KH Achmad Siddiq: Ukhuwwah Islamiyah (persaudaraan keagamaan), Ukhuwwah Wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan Ukhuwwah Basyariyah (persaudaraan kemanusiaan), yang diperlukan untuk membangun sikap pada semua level.
Muhammadiyah: Memiliki lebih dari 2.500 lembaga pendidikan formal dan nonformal yang terstruktur dengan sistem modern. Rumah Sakit Muhammadiyah telah menjadi rujukan bagi banyak orang di berbagai daerah, menunjukkan dakwah holistik dan komprehensif.
Kelemahan (Weaknesses)
NU: Menghadapi kelemahan utama dalam aspek manajerial dan keuangan yang memerlukan peningkatan manajemen dan diversifikasi pendanaan untuk mengatasi ancaman radikalisme dan fluktuasi donasi (Bruinessen, 1994; Zuhri, 2010). Kesulitan dalam adaptasi teknologi menghambat kemampuan NU dalam memanfaatkan media digital untuk dakwah dan manajemen (Rahman, 2021).
Muhammadiyah: Tantangan kader muda membutuhkan pemahaman kuat tentang agama dan keilmuan yang mampu bersaing dengan informasi yang mudah diakses dari berbagai sumber di era digital. Organisasi perlu melakukan lompatan metodologis dalam menghadapi pesatnya perkembangan teknologi dan arus globalisasi.
Peluang (Opportunities)
Hampir semua kelompok Islam di Indonesia, termasuk NU dan Muhammadiyah, menerima keberadaan bentuk negara nasional tanpa kontradiksi antara keislaman dan kebangsaan. Penelitian mengungkap potensi sinergi antara Muhammadiyah dan NU untuk membangun sistem pendidikan Islam yang lebih relevan, inklusif, dan menjawab tantangan zaman.
Pengakuan internasional berupa Zayerd Award for Human Fraternity pada 4 Februari 2024 membuka peluang kerjasama global dalam mendorong perdamaian dan moderasi beragama. Kedua organisasi dapat memanfaatkan jaringan internasional untuk memperkuat posisi Islam moderat Indonesia di mata dunia.
Ancaman (Threats)
Ancaman radikalisme dan intoleransi dapat merusak nilai-nilai moderat NU (Azra, 2000). Persaingan dengan organisasi keagamaan lain menjadi tantangan dalam menarik perhatian dan dukungan publik. Perubahan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung dapat mempengaruhi operasional NU (Wahid, 2004).
Krisis internal seperti konflik internal atau isu-isu manajerial merupakan ancaman yang perlu diwaspadai. Generasi yang semakin individualistik dan skeptis terhadap otoritas ulama menguji relevansi kedua organisasi di era digital.
Kesimpulan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua pilar Islam terbesar di Indonesia dengan kontribusi fundamental dalam konsolidasi demokrasi, moderasi beragama, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi umat. NU dengan 91,2 juta anggota mengusung Islam tradisionalis berbasis pesantren dan konsep ukhuwwah tiga dimensi, sementara Muhammadiyah dengan 60 juta anggota mengusung Islam modernis dengan lebih dari 2.500 lembaga pendidikan terstruktur.
Kedua organisasi telah terbukti mampu mengelola konflik dan menciptakan kondisi kondusif bagi perdamaian di Indonesia, dengan pencapaian internasional berupa Zayerd Award for Human Fraternity tahun 2024. Namun tantangan adaptasi teknologi, regenerasi kader muda, serta ancaman radikalisme dan intoleransi memerlukan strategi komprehensif berbasis analisis SWOT.
Rekomendasi
Rekomendasi Strategis untuk NU
Tingkatkan Manajemen dan Diversifikasi Pendanaan (Prioritas 50%): Perbaiki sistem manajerial dan keuangan untuk mengatasi ancaman radikalisme dan fluktuasi donasi yang dapat mempengaruhi stabilitas organisasi, sesuai rekomendasi Bruinessen (1994) dan Zuhri (2010).
Percepat Adaptasi Teknologi (Prioritas 50%): Implementasikan teknologi digital untuk melawan radikalisme dan memperbaiki kelemahan dalam penggunaan teknologi modern, mengingat pentingnya penerapan teknologi untuk meningkatkan efisiensi internal dan efektivitas dakwah (Rahman, 2021).
Gunakan Jaringan Pesantren untuk Melawan Radikalisme: Manfaatkan kekuatan jaringan pesantren dan konsep ukhuwwah tiga dimensi untuk mengembangkan gerakan kajian ilmiah dan dakwah berbasis media online.
Rekomendasi Strategis untuk Muhammadiyah
Percepat Transformasi dari AUM ke BUMM: Implementasikan transformasi Amal Usaha Muhammadiyah menjadi Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang lebih fleksibel dan kompetitif untuk meningkatkan daya saing ekonomi.
Fokus Pendidikan Berkualitas dengan Subsidi Silang: Kembangkan sekolah berstandar tinggi untuk kelas menengah atas dengan sistem beasiswa bagi siswa tidak mampu melalui sinergi dengan LAZISMU, mewujudkan teologi Al-Ma’un secara praktis.
Perkuat Kader Muda Melalui Pendidikan Holistik: Tingkatkan pemahaman agama dan keilmuan kader muda yang mampu bersaing dengan informasi digital, dengan lompatan metodologis dalam menghadapi teknologi dan globalisasi.
Rekomendasi Kolaboratif
Bangun Sinergi Sistem Pendidikan Islam: Kolaborasi antara kekuatan tradisi pesantren NU dan modernisasi lembaga Muhammadiyah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih relevan, inklusif, dan menjawab tantangan zaman.
Kolaborasi Moderasi Beragama dan Counter-Narasi Ekstremisme: Manfaatkan pencapaian Zayerd Award for Human Fraternity untuk memperkuat kerjasama dalam program moderasi beragama dan melawan radikalisme di tingkat nasional dan internasional.
Kembangkan Platform Bersama Pemberdayaan Ekonomi Umat: Sinergi program BMT, koperasi syariah, dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
FAQ :
- Apa perbedaan utama NU dan Muhammadiyah? NU tradisional-inklusif, Muhammadiyah modern-purifikatif.
- Di mana bisa mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan dari NU/Muhammadiyah? Hampir di semua kabupaten/kota se-Indonesia.
- Bagaimana kontribusi kedua organisasi di bidang sosial? Keduanya aktif di pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan bantuan kemanusiaan lintas agama.
Referensi:
- Susilawati, T. (2024). Perkembangan Agama Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan. Jurnal XYZ, 13(2), 1–18.
- Gudang Jurnal (2021). Komparasi Gerakan Dakwah NU dan Muhammadiyah.
- Kemenag RI (2019, 2024). Laporan Statistik Keagamaan dan Sosial.
- Gramedia (2024). Profil KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah.
- SMRC (2023). Survei Keanggotaan NU dan Muhammadiyah.
- Kemenag RI (2024). Zayed Award for Human Fraternity.
- LAZISMU (2025). Laporan Beasiswa dan Pendidikan Muhammadiyah.











